top of page

Setelah Zakat ,Giliran Waqaf dilirik oleh Sri Mulyani sebagai solusi?

  • Dani Jumadil Akhir/DyRa
  • Aug 28, 2017
  • 6 min read

JAKARTA - Pemerintah sepertinya tak pernah kehabisan ide untuk menggenjot pembangunan infrastruktur yang berujung pada turunnya angka kemiskinan dan kesenjangan. Kali ini, pemerintah bakal memanfaatkan wakaf yang memiliki potensi sangat besar di Indonesia.

Bahkan, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, potensi wakaf tunai di Indonesia mencapai triliunan Rupiah. Hal ini jika masyarakat sadar dalam mendonasikan hartanya secara rutin setiap bulannya sebagai wakaf.

"Studi Kemenkeu, wakaf tunai bisa sampai triliunan Rupiah, jika muslim mendonasikan wakaf tiap bulan karena jumlah umat muslim kita banyak. Ini tantangan bagaimana mensosialisasikan wakaf ini," jelasnya di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Rabu 23 Agustus 2017.

Sri Mulyani menilai, pengembangan wakaf bisa dilakukan untuk mendukung pembangunan nasional yang saat ini sedang gencar dilakukan Pemerintah. Adapun dari data, total wakaf Indonesia dalam bentuk properti dan tanah mencapai 4,4 miliar meter persegi untuk sekolah, tanah dan pemakaman umum.

"Ini komitmen karena tanah wakaf tidak boleh digunakan atau penggunaannya terbatas, hanya untuk sekolah, masjid dan pemakaman umum.‎ Padahal wakaf akan menguntungkan bagi masyarakat secara umum. Siapa pun yang memberikan wakaf ini bisa dimaksimalisasi dalam nilai ekonomi mengingat banyak tanah berada di lokasi trategis‎," sambungnya.

Selain itu, menurutnya, wakaf sebenarnya bisa dikembangkan lebih baik untuk mendukung pembangunan di Indonesia di masa depan. Di mana wakaf bisa dikembangkan dan dimaksimalkan penggunaanya ditempat-tempat strategis untuk membantu Indonesia menjadi lebih baik.

"Ini merefleksikan nilai-nilai Islam, siapa yang memiliki harta lebih harus berkontribusi pada masyarakat‎. Di kitab suci Alquran disebut berapa banyak harta kita yang harus dikembalikan kepada masyarakat, harusnya banyak yang anda kontribusi ke masyarakat. Ini merupakan bentuk Islam menjadikan kita murah hati, bagaiman kita ciptakan keadilan bagi seluruh umat manusia," tukasnya.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro juga menceritakan pengalamannya saat bekerja di Islamic Deveploment Bank (IDB) yang mencari cara bagaimana negara di Timur Tengah untuk bisa memanfaatkan wakaf dan zakatnya secara optimal. Sehingga, dirinya berharap agar Indonesia bisa belajar dari yang dilakukan negara-negara di Timur Tengah tersebut.

"Ini pengalaman lagi saya ceritakan waktu saya kerja di IDB, jadi saya banyak mempelajari mengenai manajemen wakaf dilakukan oleh IDB dengan beberapa member countries utama di middle East dan North Africa. Nah mereka itu sudah tahu artinya tanah wakafnya dipakai untuk universitas, ada hospital, ada pertokoan, ya ada hotel dan ada beberapa tempat yang pastikan pemakaian asetnya tentunya harus syariah base, harus halal base," imbuhnya.

Namun, Bambang kembali menekankan penting dalam pemanfaatan zakat dan wakaf karena itu penting agar bisa produktif dan membantu permasalahan yang dihadapi negara-negara tersebut termasuk Indonesia nantinya.

Menurutnya, wakaf tunai saat ini masih kecil sekitar Rp22 miliar dan zakat tunai sudah Rp3,2 triliun dari potensi Rp217 triliun.

"Zakat saja sudah Rp2,3 triliun, itupun kecil. Wakaf tunai itu malah baru Rp22 miliar," ungkapnya.

Pakar ekonomi syariah Imam Teguh Saptono mengatakan, wakaf bisa menjadi salah satu kekuatan ekonomi umat. Sebab, potensinya yang cukup besar untuk dikembangkan di Tanah Air.

"Selama ini kalau berbicara soal wakaf yang ada dalam persepsi publik hanya masjid dan tanah, padahal banyak jenis usaha yang dapat dijadikan wakaf dalam rangka mengembangkan ekonomi umat," katanya.

Imam menjelaskan, wakaf dibagi dalam dua bentuk, pertama dalam bentuk uang dan kedua dalam bentuk tunai. "Kalau wakaf dalam bentuk uang, maka ada seseorang yang ingin membangun sumur kemudian memberikan wakaf dalam bentuk uang, selagi sumur itu dimanfaatkan pahalanya akan terus mengalir," kata dia yang pernah menjabat Direktur Utama BNI Syariah.

Kemudian ada yang disebut wakaf tunai, misalnya lagi ada perusahaan daerah yang diubah strukturnya menjadi wakaf, maka selama perusahaan itu memperoleh keuntungan, pahala tetap mengalir. Menurut dia, wakaf tidak hanya dalam bentuk uang, sebuah perusahaan daerah yang selama ini terus untung dapat diubah kepemilikannya dari pemerintah menjadi wakaf.

“Caranya perusahaan tersebut menghimpun modal lewat wakaf kemudian setelah modal terkumpul dan mendapatkan laba, maka digunakan untuk kemaslahatan umat seperti beasiswa pendidikan dan lainnya,” ujar dia.(OK)

Tapi Netizen menganggap ide ini merupakan penyimpangan pemanfaatan waqaf dan tak sesuai syariat Islam, Apalagi menurut UUD'45

Tentu saja Betapa tidak?!Pengelola harta wakaf atau disebut dengan nadzir wakaf, pasti sangat dibutuhkan untuk memastikan apakah harta wakaf itu tetap terus bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada pemberi wakaf atau tidak.

Di pundak pengelola wakaf itulah ada beban dan tanggung-jawab yang berat, sebab dirinya diberi amanah yang tidak kecil dari pemberi harta wakaf, untuk bisa terus menerus mengirimkan pahala kepadanya, baik ketika masih hidup atau pun setelah meninggalnya.

Sedangkan sedekah lainnya, seperti zakat, infaq dan lainnya, tidak membutuhkan pengelola dalam arti yang bertanggung-jawab untuk memelihara. Semua harta sedekah itu harus diberikan kepada mereka yang membutuhkan dengan utuh dan bulat apa adanya. Kalau pun ada hak dari pengelola zakat, itu memang telah dijamin Allah SWT ,sebagai upah bagi amil. Tetapi selebihnya, harta itu diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan menyerahkan ain dari harta itu.

Siapa yang berhak? tentunya segenap umat muslim BUKAN UMAT LAIN.

Tapi yang mengherankan diIndonesia ini berulang-ulang kali sering dikatakan Indoanesia bukanlah negara agama islam/bersyariat islam, tapi harta/hak-hak muslim sering diremehkan. sebagai contoh pembangunan tol Semarang-Batang yang justru merugikan umat muslim, karena pembagunan jalan bebas hambatan itu mengakibatkan 164 masjid dirobohkan.

Bukankah sudah menjadi rahasia umum jika muslim lebih membutuhkan Mesjid sebagai jalan menuju Akhirat dari pada jalan Tol menuju Semarang-Batang.

Sepertinya pemerintah butuh Contoh Optimaliasai Waqaf seperti Jamiah Al-Azhar Mesir

Salah satu bukti nyata yang masih bisa kita saksikan dari kedahsyatan wakaf adalah Universitas Al-Azhar di Mesir. Banyak orang salah kira, bahwa Al-Azhar yang sudah berusia lebih dari 1000 tahun itu milik pemerintah Mesir.

Padahal jauh sebelum Republik Arab Mesir berdiri, Al-Azhar sebagai bentuk nyata wakaf umat Islam telah berdiri. Al-Azhar telah mengalami berbagai dinasti yang bergonta-ganti, sejak berdirinya di masa dinasti Bani Fathimiyah dan Bani Ayyubiyah. Sejarah Al-Azhar mengukir indah nama-nama besar yang membentang dari Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi hingga Dr. Yusuf Al-Qaradawi.

Yang menarik, Al-Azhar bukan hanya sekedar mampu bertahan selama seabad, tetapi juga masih mempertahankan tradisi menggratiskan puluhan ribu mahasiswanya yang datang dari berbagai penjuru dunia. Amat kontras dengan dunia pendidikan di negeri kita yang sudah menjadi kewajiban negara, tetapi masih rakyat masih harus membayar dengan harga yang bersaing dengan kampus swasta, Al-Azhar di Mesir tidak punya sejarah menarik uang SPP dan sejenisnya.

Yang ada justru para mahasiswa ini menerima beasiswa dari Al-Azhar. Saat ini saja jumlah mahasiswa Indonesia di Masir tidak kurang dari 5.000 orang. Malaysia jiran kita punya mahasiswa tidak kurang 15.000 orang yang menimba ilmu di institusi ini. Dan kalau ditotal akan ada puluhan ribu mahasiwa dari berbagai belahan dunia yang menerima beasiswa dari lembaga swasta ini. Semua yang belajar ilmu agama tidak perlu membayar uang SPP atau pungutan-pungutan lainnya. Kalau toh butuh biaya hanyalah biaya untuk hidup, makan dan segala kebutuhan pribadi.

Dan yang harus dicatat, para mahasiswa ini kalau sudah lulus diberi hadiah berupa tiket pesawat untuk pulang ke negerinya. Dan di berbagai negeri, ada ribuan para ulama Al-Azhar yang ditanam untuk mengajarkan berbagai ilmu agama, dengan biaya dari Al-Azhar Mesir. Semua itu dalam satu kerangka bahwa Al-Azhar bukan lembaga milik negara Mesir. Tetapi merupakan lembaga swasta yang hidupnya dari harta wakaf. Cuma dari wakaf?

Ya, memang cuma dari wakaf. Tetapi wakaf tidak bisa dibilang "cuma". Seba total harta wakaf milik Al-Azhar memang luar biasa besar. Begitu banyak aset yang sudah menjadi milik Al-Azhar, ada sawah, perusahaan, dan berbagai usaha yang produktif, sehingga mampu menggerakkan roda lembaga yang sudah berusia 1000 tahun ini.

Bahkan konon di masa lalu saat keuangan negeri Mesir mengalami krisis, salah satu yang menyelamatkannya justru Al-Azhar. Maka wajarlah bila Al-Azhar di Mesir punya kedudukan tersendiri di mata pemerintahan, bahkan di mata berbagai pemerintahan Islam di berbagai negara.

Syaikul Azhar adalah pemimpin tertinggi di lembaga itu, kalau berkunjung ke berbagai negeri Islam disambut layaknya seorang kepala negara. Sebab boleh dibilang hampir semua ulama besar di dunia ini dahulu menimba ilmu di lembaga ini. Kalau pun tidak secara langsung, guru dari para ulama itulah yang termasuk abnaul-azhar.

Al-Azhar baru sebuah contoh kecil bagaimana harta wakaf kalau dikelola secara profesional, sungguh dahsyat hasilnya. Bahkan penulis yakin, dibandingkan dengan pengelolaan harta zakat yang agak terlalu banyak aturan, mengelola harta wakaf justru amat fleksible, mudah dan elastis. Sebab wakaf tidak mengikatkan diri hanya untuk mengurusi fakir miskin seperti zakat, tetapi bisa masuk ke wilayah manapun, termasuk yang bersifat pengembangan dan penelitian.

Karena itulah di berbagai negara Islam, umumnya ada kementerian khusus yang mengurusi harta wakaf ini, mulai dari urusan regulasinya hingga aturan dan ketentuan serta perundang-undangannya. Sehingga di berbagai negara, wakaf menjadi sangat bagus berkembang dan memberi manfaat yang luas serta mampu menjawab berbagai tantangan.(RF)

Kemiskinan sejatinya bukan tanggung jawab rakyat melainkan Negara (sesuai UUD1945)

Ada apa dengan pemerintahan saat ini yang semakin lama semakin dirasakan malah tiidak berpihak pada rakyat. Kemiskinan yang ada akibat Hutang yang menumpuk, Ekspor dan impor yang tidak berimbang yang mengakibatkan anggaran mengalami defisit , akibatnya kemiskinan semakin menjadi-jadi dan itu jelas merupakan tanggung jawab pemerintah sesuai dengan :

Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.

Harapan Netizen sebagai Citizen

Jika Pemerintah berpendirian kalau Syariat Islam tidak cocok untuk diterapkan diindonesia karena adanya umat lain sebgai alasannya, hendaknya Pemerintah juga tau bahwa Zakat, Wakaf dan dana Haji merupakan bagian dari syariat Islam dan merupakan hak mutlak bagi muslim bukan yang lain. Hendaknya pemerintah juga jangan menyentuh sama sekali hal-hal yang berkaitan dengan syariat meski yang menguntungkan sekali pun.

Sebab kalau seperti ini seluruh netizen muslim berpikir negara seolah kejam dan hanya mau memanfaatkan hak-hak umat islam yang hasilnya belum tentu untuk kemaslahatan umat muslim sendiri,justru yang ada malah merugikan. Kapankah adilnya Wahai Pemerintah?

OTHER POST:

Go to HOME​

Comments


Featured Posts
Recent Posts
ARCHIVE
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
Iklan Slide
bottom of page